Setiap tahun, Balikpapan selalu kebanjiran pendatang dari berbagai daerah di Indonesia. Balikpapan hampir menyamai Jakarta yang menjadi magnet bagi pencari kerja. Namun di sisi lain, para pendatang juga dapat menjadi beban kota seperti pengangguran, premanisme, PKL, dan lainnya.
BALIKPAPAN - Sudah sebulan Anton (27) dan Gianto (28) berada di Balikpapan. Kedua pria asal Magetan, Jawa Timur ini bekerja sebagai buruh pada pekerjaan renovasi pagar kilang Pertamina Refinery Unit (RU) V Balikpapan. Upah mereka dihitung berdasarkan pekerjaan yang dilakukan. Untuk satu meter pengecatan dihargai Rp 40 ribu. Tak hanya Anton dan Gianto, masih banyak warga Magetan lainnya yang direkrut untuk pekerjaan tersebut.
Jika telah selesai sekitar satu atau dua bulan lagi, Gianto berniat melanjutkan mencari kerja di Balikpapan. Sementara, Anton masih ragu apakah kembali ke kampung halamannya atau mengambil sikap seperti Gianto. Sebagai pendatang yang mencari kerja di Kota Beriman mereka masih minim pengetahuan tentang peraturan kependudukan. Sampai saat ini keduanya belum memiliki KTP. “Nggak tahu kita ada aturan itu.
Bos juga tidak pernah beritahu,” kata Anton ketika ditemui, Jumat (8/5) di lokasi pekerjaannya. Nasib hampir sama dirasakan Gustian (25). Sudah enam bulan di Balikpapan, pemuda asal Bengkulu ini belum mendapatkan pekerjaan yang tetap. Ia yang bermodal seni teater ini hanya bisa mendapatkan uang dari mengajar kelas teater pada salah satu kelompok teater sekolah di Balikpapan.
Menurutnya, Balikpapan dipilih sebagai tempat untuk merantau karena ia yakin di Balikpapan ini banyak peluang. Baik peluang pekerjaan, maupun peluang untuk memulai hal-hal baru. Ia pun juga mempunyai cita-cita untuk dapat pekerjaan yang tetap dan kalau bisa berumah tangga di Balikpapan. “Yang penting niat kita untuk mencari itu ada di sini, kita pasti bisa bertahan. Kerja apa saja sih kita mau,” ujarnya.
Selama di Balikpapan, katanya, ia menyewa sebuah kamar di rumah kenalannya di perumahan Batu Ampar Lestari, Balikpapan Utara. Ia juga belum memiliki KTP sementara selama tinggal di Balikpapan. Pengamat Sosial Kota Balikpapan Tamzil Yusuf mengatakan, sebagai kota jasa, Balikpapan mempunyai daya lirik seperti kota-kota jasa lainnya yang didatangi para pendatang.
Keistimewaan tidak mempunyai faktor produksi dan lokasi yang strategis, dan sebagai daerah transit membuat banyak perusahaan-perusahaan yang tumbuh di Balikpapan. Sebagai kota lintasan dari kota lainnya, di Balikpapan juga sebagai tempat berkumpulnya para pengusaha, maupun para pekerja-pekerja tambang maupun migas yang ada di Kaltim. “Potensi tersebutlah yang membutuhkan banyak sektor usaha dan jasa berkembang dan membutuhkan banyak orang,” ujar staf Rektorat Universitas Balikpapan ini.
Dari pengamatannya, para pendatang tersebut kebanyakan berasal dari Jawa dan Sulawesi. Bagi mereka yang mempunyai bekal keahlian pas-pasan, biasanya masuk lewat jalur laut. Sedangkan yang cukup berpengetahuan melalui jalur udara. Untuk dari Jawa, ada juga jalur pendatang yang berangkat dari Semarang, melewati Banjarmasin terlebih dahulu, untuk kemudian sampai ke Balikpapan.
FAKTOR IKUTAN
Harus diakui, faktor ikutan dari adanya pendatang ke Balikpapan bisa membuat beban sosial kota. Misalnya, jika ada pendatang yang bermodal SDM pas-pasan, tak sedikit mereka tumbuh menjadi pedagang kaki lima (PKL), maupun juru parkir liar. Tetapi ada juga yang masuk ke sektor informal lainnya. “Jelas bagi mereka yang ke Balikpapan, peluang untuk masuk ke sektor informal cukup terbuka,” tutur Tamzil Yusuf kembali.
Nah, untuk meminimalisasi adanya pendatang yang tidak diinginkan seperti datang untuk menganggur dan meningkatnya pelaku kriminal, Pemkot Balikpapan telah membuat Perda Nomor 22 Tahun 2002 tentang Manajemen Kependudukan. Di mana salah satu penekanan adalah bagi para pendatang harus memiliki identitas yang jelas. “Bagi mereka yang baru datang dan mencari kerja ‘kan harus menyetor uang jaminan.
Jika tidak dapat pekerjaan di Balikpapan, uang tersebut dipakai untuk ongkos pendatang kembali ke daerahnya,” ujarnya. Dari data Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil) Balikpapan jumlah uang jaminan sejak Perda No 22 Tahun 2002 itu diterapkan terkumpul Rp 16 miliar, dan jumlah uang yang tidak diambil kembali oleh pendatang karena sudah mendapat pekerjaan sekitar Rp 2,4 miliar. Tamzil mengatakan, jika melihat besaran nilai itu, menunjukkan bahwa pengaturan kependudukan di Balikpapan berjalan.
KESEMPATAN KERJA KECIL
Jumlah lowongan kerja di Balikpapan per tahun sekitar 3.000-an, sementara data pencari kerja terakhir oleh Dinas Tenaga Kerja dan Sosial (Disnakersos) mencapai 20.232 orang. Jumlah tersebut memang tidak sebanding dengan lapangan kerja yang tersedia. Kabid Penempatan Kerja Disnaker Bambang mengatakan, data pencari kerja tersebut merupakan data mereka yang mengurus kartu kuning sebagai tanda pencari kerja di kantornya.
Tidak bisa dipungkiri sebagian dari pencari kerja tersebut adalah para pendatang. Namun sulit dilacak jumlahnya, karena orang-orang yang mengurus kartu kuning harus ber-KTP Balikpapan. “Sulit untuk mencari tahu. Tetapi kalau membedakannya bisa, karena para pendatang menggunakan KTP sementara yang berwarna merah,” sebutnya.
Dari jumlah seluruh pencari kerja, sekitar 60 persen di antaranya adalah lulusan SMA, sedangkan sisanya adalah S1, D3, SMP dan lainnya. Sektor yang paling banyak dilirik adalah retail. Bahkan, lebih 50 persen. Sebabnya, Balikpapan tergolong kota jasa. Banyak pusat perbelanjaan yang tentunya menyedot banyak karyawan, di antaranya kasir.
(http://www.kaltimpost.net/index.php?mib=berita.detail&id=24414)
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment